Latest Stories

Subscription

You can subscribe to Red Carpet by e-mail address to receive news and updates directly in your inbox. Simply enter your e-mail below and click Sign Up!

TOP 5 Most Popular Post

Recently Comments


News

News


GERAKAN MASYARAKAT PEDULI RAKYAT (GEMPAR) SEGERA BERTANGUNG JAWAB ATAS PENCEMARAN NAMA BAIK ALIANSI MAHASISWA  ( AMP )


Belum lama ini diakhir tahun 2013 tepatnya Pada tanggal   19 desember   puluhan  Mahasiswa Papua, yang menimba ilmu di pulau  Jawa Tenggah  yaitu   Yogyakarta Semarang ,Sala tiga dan Solo yang tergabung  dalam  aksi AMP Aliansi Mahasiswa Papua  yang pada saat itu di puaksat kan di Solo.
Dengan  Bertepatan dengan hari TRIKORA ,dimana Bangsa Papua  Barat telah merdeka dan berdeulat,serta  bendara papua barat atau` bendera bintang kejora  dikibarkan selama 18 hari terhitung  di seluruh tanah papua,mulai pada tanggal  1 desember  1961 hingga  tanggal 18 desember  tahun 1961 dan selanjutnya  pada  tanggal 19 desember  tahun 1961 Ir.seokarno seagai panglima tertinggi pada saat itu mengkumandangkan Trikomando Rakyat  di Alun-alun utara yang berbunyi
1.Bubarkan Negara boneka buatan belanda
2.Kibarkan bendera sang merah putih di seluruh tanah papua
3.Segara mobilisasi besar-besaran  TNI dan Polri di seluruh tanah papua
Tragedi  ini yang disebut  TRIKORA  yang menurut kami sebagai bangsa  papua adalah awal mula pembunuhan,pembantaian  besar-bearan,dan  pelanggaran HAM besar-besaran  di seluruh tanah Papua
Maka kami mahasisawa papua (AMP)  menuntut Indonesia segera bertanggung jawab dan juga Indonesia segera memberikan Hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat papua ,karena kami sadar bahwa dengan kemerdekaan penuh pembunuhan dan kekerarasan lainya akan berhenti  secara otomatis karena  kami akan hidup damai di atas tanah kami tanah yang penuh dengan susu dan madu.
Disela-sela  Aksi  AMP yang  berjalan aman tiba-tiba ,GEMPAR  yang mengatas nama kan  gerakan masyarakat peduli  rakyat solo  ini menghalangi aksi AMP,namun dalam durasi waktu yang begitu singkat masa aksi antara AMP dan GEMPAR  saling berhadapan, penyampaian aspirasi dalam bentuk orasi politik  pun terus di lakukan baik dari masa  aksi AMP dan dari masa Gempar kemudian karna situasi yang sangat dan  semakin memanas negosiasi pun di lakukan oleh perwakilan AMP atas nama Jefri wenda namun  masa aksi dari gempar menirima aksi AMP kalalu masa aksi dari AMP memegang bendra merah putih  (bendera indonesia) sambil berosari menyampaikan pendapat.namun masa aksi AMP  membubarkan diri dikarenakan masa aksi dari gempar berusaha memprovokasi aksi yang nyaris  bentrok
Kemudian seiring berjalan nya waktu GEMPAR  yang di peralat dari badan intelijen menutup ruang demokrasi di solo ini jelas bahwa masa aksi AMP di pukul mundur , dan beberapa upaya yang di lakukan dengan menjatukan nama baik AMP dan mahasiswa yang sedang kuliah   di kota solo di teror  dan intimidasi pun terus  trejajadi  sampai di kampus  pun terus  berlanjut hingga kini .
Kami kesal  dengan sikap organisasi Gempar atau organisasi jadi-jadian ini karena di setiap surat atau selebaran yang di sebarkan dijalan jalan,dan tempel di sepanjang  didinding tembok  baik di Yogyakarta dan solo serta daerah sekitarnya bankan ada utusan memasuki tempat  asrama mahasiwa baliem yogyakarta ,hal   ini kami   mahasisawa papua (AMP)  menilai  sangat tidak memamanusiawi  kami mengangap bahwa  ini pencemaran nama baik  AMP dan pada khususnya mahasiswa papua yang sebagai manusia ciptaan tuhan, di  mata tuhan semua sama  tidak ada yang kurang atau pun lebih.
Pada pertengaan bulan januari  2014 AMP talah berusaaha untuk memdudukan soal ini lewat beberapa surat yang  disampaikan ke KAPOLEKTA surakatra untuk AUDENISI  namun dalam hal ini kapolsekta kota Surakarta gagal dan tidak menghadirkan pihak dari Gempar  untuk mencari jalan tenggah,namun   beberapa upaya yang di lakukan oleh gempar ini semakin meningkat untuk menjatuhan nama baik mahasiswa papua di solo dan Yogyakarta serta  daerah sekitarnya

PERNYATAAN  SIKAP

1. Kami  mahasisawa papua (AMP)menutut kepada GEMPAR agar segera menemui  kami dalam waktu dekat  untuk memita maaf ,karena telah mencoreng nama baik
2 .Kami akan mahasisawa papua (AMP) selalu bersuara demi hak-hak kami tanpa melihat  sikap Gempar  atau pun ornganisasi lainnya  sampai titik darah penghabisan
3. Kami  mahasisawa papua  (AMP) bukan melawan organisasi Indonesia manapun tapi kami melawan sistim Negara indonesia yang menganut kapitalis,kolonialis dan imprealis yang selama ini membinasakan orang papua.
4. Kami   mahasisawa papua (AMP) akan berjuang untuk menuntut kepada Negara  berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokrasi  bagi kami orang bangsa papua

Kami Aliasi Mahasiswa Papua  tidak akan pernah mundur dari situasi sekarang,hal ini hanya membagkitkan semangat kami untuk bejuang hingga titik darah penghabisan  PAPUA MERDEKA.

Yogyakarta 11 Februari 2014
                                                                                                                              
Posted in: | Selasa, 11 Februari 2014
Beberapa elemen yang tergabung dalam
Solidariotas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
di Papua, saat jumpa pers di Abepura (Jubi/Eveerth)
Jayapura — Solidaritas Penegakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua, menyatakan aksi Senin, t 13 Mei 2013 adalah murni menuntut keadilan atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di bumi Cenderawasih. Namun aksi ini dilarang oleh aparat Kepolisian. 
Seperti diketahui sebelumnya, Aksi Peringatan 1 Mei 2013 yang oleh Rakyat Papua dikenang sebagai Hari Peringatan 50 Tahun Aneksasi Wilayah Papua Barat (New Guinea) ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sempat diperingati secara berbeda di beberapa tempat. 
Namun dalam aksi-aksi peringatan itu, pihak aparat keamanan Indonesia (TNI/Polisi) telah melakukan rangkaian tindakan represif dan brutal terhadap setiap aksi yang dilakukan di beberapa daerah seperti, Sorong, Fak-fak, Biak, Nabire dan Timika. 
“Pihak keamanan RI seolah berpegang teguh pada landasan klasik yang terus menjadi kontroversi hingga saat ini bahwa pada 1 Mei 1963 silam, Papua telah bergabung kembali ke dalam pangkuan Ibu pertiwi. Karena itu, otoritas wilayah NKRI mutlak harga mati dan tidak bisa diganggu gugat,” ujar Wim Rocky Medlama, selaku Juru Bicara KNPB, di Abepura, Rabu(15/5). 
Dijelaskan, pada malam menjelang peringatan hari Aneksasi 1 Mei 2013 di Sorong misalnya, sempat terjadi peristiwa tragis yang memakam korban. Dimana pihak keamanan Indonesia (gabungan Polisi/TNI) pada Jumat malam, 30 April 2013, telah melakukan penyerangan membabi buta terhadap warga Papua di sebuah kompleks di Aimas Sorong. 
“Dalam aksi penyerangan itu, sejumlah warga mengalami luka-luka, termasuk dua orang Papua berusia muda tewas di tempat kejadian. Mereka adalah Abner Malagawa (20 thn) dan Thomas Blesia (28 thn) yang tewas akibat timah panas yang menerjang tubuh mereka,” jelasnya. 
Sedangkan seorang perempuan bernama Salomina Klaibin (37 thn) yang juga tertembus peluru, akhirnya meninggal dunia setelah sempat kritis saat menjalani operasi mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya pada salah satu rumah sakit di Sorong. 
“Menanggapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia di berbagai wilayah Papua pada peringatan 1 Mei 2013, terlebih peristiwa tragis di Aimas Sorong, sejumlah aktivis Papua di Jayapura yang terdiri dari para pemuda dan mahasiswa lalu melakukan pertemuan koordinasi secara berturut-turut di beberapa tempat di sekitar Abepura. Pertemuan koorrdinasi kemudian lebih dititik beratkan pada upaya menanggapi peristiwa berdarah yang terjadi di Aimas Sorong,” paparnya. 
Dari sekian pertemuan yang dihadiri para aktivis yang berasal dari sejumlah organ gerakan dan organisasi mahasiswa, dihasilkan kesepakatan agar perlu menyikapi tindakan represif aparat keamanan Indonesia atas rakyat Papua di Sorong dan beberapa daerah lain melalui aksi solidaritas peduli HAM. 
“Aksi solidaritas dimaksud rencananya dilakukan dalam bentuk pemberian pernyaatan pers bersama dengan mengundang wartawan kemudian nantinya akan dilanjutkan dengan aksi protes bersama (demonstrasi massa) ke kantor MRP, DPRP atau ke Kantor Gubernur Papua,” katanya. 
Setelah melewati berbagai tahapan koordinasi, katanya, guna memuluskan rencana aksi demo pada Senin 13 Mei 2013, tim solidaritas aksi lalu membuat surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan kepada pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua dan Kepolisian Resort Kota Jayapura. Surat itu kemudian dimasukan pada Jumat 10 Mei. 
Dalam surat yang dimasukan ke pihak kepolisian itu, di dalamnya tertera beberapa nama penanggung jawab aksi seperti; Yason Ngelia dan Septi Maidodga selaku perwakilan BEM-MPM Uncen, Bovit Bofra selaku ketua Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P), Victor Yeimo sebagai ketua Komite Nasional Papua Barat/KNPB) dan Marthen Manggaprouw dari perwakilan West Papua National Autority (WPNA).
Kemudian, pada sore harinya dilanjutkan dengan pertemuan koordinasi lanjutan antara para aktivis yang tergabung dalam rencana aksi solidaritas. 
Satu hari selepas surat pemberitahuan pelaksaan aksi dimasukan, pihak Polda Papua melalui staf bidang Intelijen dan keamanan (Intelkam) lalu menghubungi via phone dan meminta perwakilan penanggung jawab aksi untuk dapat bertemu direktur Intelkam Polda perihal aksi yang bakal digelar. 
Bovit Bofra dan Yason Ngelia selaku perwakilan penanggung jawab aksi lalu memenuhi panggilan Markas Polda Papua yang berada di jantung Kota Jayapura, Sabtu 11 Mei, jam 09 pagi. Mereka bertemu direktur Bidang Intelkam Polda Papua Kombes (Pol) Yakobus Marzuki. 
Dalam pertemuan kecil yang berlangsung cukup alot dan tegang di ruang Direktur Intelkam Polda, Kombes Yakobus Marzuki meminta mereka mengklarifikasi rencana aksi yang bakal digelar. 
“Selain mempersoalkan keabsahan organ-organ yang tergabung dalam aksi solidaritas karena keberadaanya tidak terdaftar di Badan Kesbangpol. Pihak Polda juga mempersoalkan surat pemberitahuan rencana aksi yang dianggap terlalu mempolitisasi keadaan karena berpotensi mengganggu ketenteraman masyarakat (kantibmas),” ucapnya. 
Sebab dalam isi surat pemberitahuan rencana aksi yang ditujukan ke Polda Papua dan Polresta Jayapura itu disebutkan bahwa kasus penyerbuaan yang dilakukan pihak aparat gabungan TNI-Polisi di Aimas Sorong sebagai sebuah “tragedi kemanusiaan” karena menyebabkan rakyat sipil Papua menjadi korban. 
Istilah “tragedi’ dalam isi surat itu menurut direktur Intelkam Polda Kombes Yakobus Marzuki) sangat tidak mendasar dan tidak bisa diterima. Sebaliknya, menurut dia, aksi yang dilakukan oleh aparat keamanan itu sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia. 
Menurut dia, kelompok yang menjadi sasaran penyergapan di Aimas Sorong itu terindikasi kuat bakal membahayakan stabilitas keamanan Negara Indonesia lewat peringatan 1 Mei 2013. Setelah menyampaikan statemen demikian, Direktur Intelkam Polda Papua kemudian mengeluarkan selembar surat penolakan pelaksanaan aksi yang berlangsung pada Senin 13 Mei 2013. 
Cuma saja, dalam isi surat penolakan itu hanya disebutkan nama Victor Yeimo selaku ketua KNPB yang menjadi penanggung jawab aksi. Padahal sesuai surat pemberitahuan aksi sebelumnya, jelas tercamtum beberapa nama penanggung jawab aksi yang mewakili organisasi mereka masing-masing. 
Selain itu, Direktur Intelkam juga menegaskan sikap Gubernur Papua Lukas Enembe, yang mengatakan bahwa aksi-aksi demonstrasi hanya akan menghambat proses pembangunan di Papua. Menanggapi peryataan itu, Bovit dan Yason lalu mengklarifikasi isi surat penolakan dari Polda Papua itu dan maksud rencana aksi yang hendak dilakukan. Namun tetap terjadi tawar menawar dengan berbagai argumentasi selama kurang lebih 20 menit. 
Karena tidak ada kesepakatan bersama, akhirnya Bovit Bofra dan Yason Ngelia dengan terpaksa menegaskan komitmen mereka bahwa sesuai kesepakatan, aksi tetap akan dilakukan pada Senin 13 Mei 2013. 
Namun, Direktur Intelkam juga menanggapi dengan menegaskan bahwa pihaknya (Polda Papua) tetap tidak mengijinkan dan menghendaki aksi itu dilakukan. Bila aksi tetap dipaksakan, para penanggung jawab aksi beserta massa yang terlibat siap menghadapi segala resiko yang terjadi, termasuk konsekuensi hukumnya. (Jubi/Eveerth)

Posted in: , | Rabu, 15 Mei 2013
    
Saya atas nama pribadi dan mewakili senioritas mahasiswa/i paniai daerah istimewah yogyakarta dengan tegas mengatakan bahwa kami tidak perna mengikuti tergabung dalam aksi demo di Makamah Konstitusi jakarta yang menuntut Menolak Gugatan Pilkada di Papua dan Segerah Melantik Kandidat Terpilih Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua ”  

dan kepada kawan-kawan yang taunya hanya mengatas namakan kami mohon untuk tidak terulang lagi.

kalau kawan-kawan  mau demo hanya untuk kepentingan person,perut sendiri dan atau menjadi kaki tangan dari negara ini pakailah wadah atau organisasi yang merangkul masa dengan jelas,jangan mengatas namakan secarab umum  karana kami tidak pernah menggikuti hal demikian .terimah kasih.

Posted in: , | Jumat, 22 Februari 2013